Bukan Lagi Sahabat
Cerpen: Siti Nur Azimah
Kegaduhan kelas dengan kesibukan siswa yang mengerjakan hal-hal yang sesuka mereka mengerjakannya karena ditinggal guru dikelas membuat mereka senang serta merta bahagia seperti baru keluar dari belenggu penjajah.
“Maukah kau jadi pacarku?” Tanya Ikmal kapada salah satu temannya, Umi.
Kata - kata itu spontan membuat suasana kelas hening serta membisu. Nani, Tuti dan Karin yang sibuk gosip, Andri dan Mali yang main lempar lemparan bola dikelas langsung terpusat pada tingkah Ikmal.
Kata - kata yang di ucapkan sambil tegak dan gagahnya, seperti pangeran yang melamar permaisurinya, dan sungguh - sungguh hal yang tidak pernah di sangka teman sekelasnya bahwa itu adalah seorang Ikmal. Tetapi tetap saja Umi dengan senyum kecutnya pergi meninggalkan Ikmal.
***
“Umi, kamu peduli sekali sama Ikmal.”
“Apa salahnya, menolong itu kan baik.”
“Iya, dia kan bukan siapa-siapa kamu, pacar bukan,saudara bukan.”
“Itu bukan urusanmu Karin.”
Mungkin apa yang di ucapkan Karin terhadap Umi ada benarnya, Umi selalu saja menyelesaikan pekerjaan sekolah, tugas kesenian, kliping seta menulis catatan. Entah kenapa Umi melakukan hal tersebut, ada suatu hal dari Ikmal yang membuat Umi begitu perhatian.
***
Umi dan ikmal sangat dekat tetapi bukan dekat seperti orang pacaran. Umi dekat sebagai teman, mungkin kedekatan mereka karena dari kelas satu mereka selalu bersama hingga sekarang duduk di kelas tiga SMA.
Umi dan Ikmal dekat barawal dari sebuah pertengkaran kecil, senda gurau, canda tawa, diskusi ringan serta mengerjakan tugas bareng, walaupun akhirnya Umi juga yang menyelesaikan semua.
Ikmal seorang siswa yang tinggi, putih, iseng, di kelas tidur serta pemalas, tapi ada satu yang dia miliki yaitu pintar matematika maka pada jam pelajaran ini Ikmal lah yang paling aktif di kelas. Pada pelajaran yang bersifat menguras logika dan memainkan pikiran hitung menghitung Ikmal termasuk yang pandai.
***
Perkataan Ikmal yang merupakan pengakuan perasaan yang dimilikinya terhadap Umi, membuat Umi begitu galau, kemudian menjadikan Umi yang selalu ceria di kelas menjadi tidak banyak bicara serta menjarak dari Ikmal.
“Umi, buat tugas fisika di rumahmu ya?”
“Aku ke rumah saudara sepupuku”
“Jadi, tugasmu sudah siap?”
“Belum”
Umi dengan secepat kilat hilang dari hadapan Ikmal, ini bukan pertama kalinya Umi menghindar dari Ikmal, dua hari sebelumnya Umi tidak pernah lagi diskusi bersama, ke kantin bersama, ke perpustakaan bersama, bahkan di kelas pun Umi tidak pernah lagi menyapa Ikmal seperti biasanya.
Ujian Nasional yang beberapa minggu lagi tiba, membuat siswa kelas tiga sibuk
belajar, membaca buku serta membuat kelompok belajar. Ikmal yang juga harus mempersiapkan diri melakukan inisiatif untuk membuat kelompok belajar dengan teman - temannya, termasuk mengajak Umi.
“Umi, nanti siang kita bersama andi, Karin belajar bareng ya di Pustaka Wilayah?”
“Umi udah janji dengan Zahra belajar di rumahnya”
“Bagaimana kalau kita belajarnya di rumah Zahra saja”
“Kamu kan tahu Abinya Zahra tidak memperbolehkan teman laki - laki ke rumah”
“ Ya sudahlah kalau begitu”
Keesokan harinya Zahra sahabat dekat Umi, meski bukan teman satu kelas tetapi mereka berteman dekat dari kelas satu SMA karena sama - sama sebagai pengurus salah satu organisasi di sekolah, penasaran sekali dengan tingkah Umi yang berubah terhadap Ikmal. Zahra yang tidak mengetahui apa yang terjadi di kelas 3 IPA 1, karena Zahra duduk di kelas 3 IPS 1.
“Umi, kenapa belakangan ini kamu jarang terlihat bersama Ikmal lagi?”
“Perasaan kamu saja”
“Apa Ikmal berbuat jahat kepadamu? Kan Ikmal memang begitu orangnya”
‘Tidak ada apa - apa, memang sekarang aku lagi sibuk saja dengan tugas - tugasku”
***
Pertama kali masuk SMA Umi dan Zahra sudah sangat dekat, selain sama - sama dalam satu organisasi mereka juga bertetangga, rumah Umi dan Zahra dijarakkan oleh tiga rumah. Jadi, mereka selalu saling cerita tentang apa saja. Sejak kelas satu Zahra selalu bercerita tentang Ikmal karena pada kelas satu Umi,Zahra dan Ikmal satu kelas, tetapi mereka bertiga harus berpisah, Umi dan Ikmal di jurusan IPA sedangkan Zahra di IPS.
Apa saja mengenai Ikmal selalu saja ingin diketahui oleh Zahra, sehingga tiap pulang sekolah Zahra selalu menanyakan apa pun tentang Ikmal kepada Zahra. Apa yang dilakukannya, dengan siapa Ikmal dekat di kelas, dan menanyakan seberapa lama Ikmal tidur di kelas.
Tetapi masalah pengakuan perasaan Ikmal tarhadap Umi tidak diceritakan Umi kepada Zahra, karena Umi memiliki perasaan yang sama dengan Zahra , yaitu sama - sama menyukai Ikmal.
Sikap Umi terhadap Zahra yang tidak menceritakan Ikmal yang mengaku menyukai Umi, membuat Umi merasa terbeban, beban berat bagi seorang Umi yang di satu sisi merupakan sahabat Zahra, dan di satu sisi sebagai seorang yang menyukai Ikmal.
Ketika pulang sekolah pada hari itu, Umi dengan wajah tegang, dan cemas terhadap apa yang terjadi bila Umi mengatakan semuanya pada Zahra, tapi walau bagaimanapun kejujuran itu lebih baik dari apapun meski hasilnya pahit bagi Umi.
“Zahra, ada hal yang ingin kusampaikan padamu”
“serius sekali tampaknya, ada apa”
“kamu jangan marah ya”
Setelah Umi menceritakan semuanya kepada Zahra, tiba - tiba Zahra pergi langsung tanpa bicara sepatah kata pun. Umi yang ditinggal Zahra di perjalanan pulang bingung serta perasaan yang campur aduk, tidak karuan dan menangis lalu pulang.
Paginya di sekolah Ikmal yang sudah tiba di sekolah dikejutkan oleh kedatangan Umi, setelah beberapa hari tidak menyapa Ikmal, Umi baru menjawab atas pertanyaan Ikmal dan menjelaskan perlakuannya beberapa hari ini kepada Ikmal.Umi menjelaskan kepada Ikmal bahwa dia memiliki perasaan yang sama dengan ikmal, tetapi dia tidak bisa menerima Ikmal untuk menjadi pacarnya karena Zahra sahabat dekat Umi juga menyukai Ikmal.
Umi langsung meninggalkan Ikmal tanpa mendengarkan respon Ikmal atas kata - katanya tadi, dan segera menuju kelas Zahra dan menjelaskan bahwa Umi tidak menerima Ikmal dan meminta maaf kepada Zahra bahwa perasaannya terhadap Ikmal tidak boleh terjadi, tapi yang didapatinya ialah Zahra tidak mempedulikan Umi, pergi meninggalkan Umi yang telah terpaku malu dan sejak saat itu mereka tidak lagi bersama, tidak pulang dan belajar bersama lagi. Hanya penyesalanlah yang didapati Umi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar